Senin, 07 September 2009

PERANG DENA TAHUN 1910

1. sebab-sebab perang dena

masyarakat dena sejak dahulu telah dikenal adalah masyarakat yang religius. semua pelaksanaan dari suatu kegiatan dilandasi dengan suatu aturan yang bertalian dengan agama islam yang dianutnya. hal ini telah berurat berakar pada masyarakat, karena dari awalnya sampai sekarang penduduk desa beragama islam 100%. pemahaman agama condong kepada majhab imam syafii.
untuk memperkuat dan menambah ebalnya ajaran agama islam yang dianutnya penduduk mempunyai program rutin untuk melakukan pertukaran tuan guru ke desa lain antara lain ke desa ngali, sila nata, belo, dodu dan malah sampai ke kabupaen dompu. dari pertukaran tuan-tuan guru maka muncullah ulama dena antara lain tuan guru H. Usman alias Abu Jenggo, Tuan Guru H. Abdul Aziz, Tuan Guru H. Abdurrahim alias Abu To’i, Tuan Guru H. Hasan, Tuan Guru H. Abubakar, Tuan Guru H. Husen, Tuan Guru H. Mustafa, Tuan Guru H. Mahamu, Abu La No dll.
periode berikutnya muncullah Tuan Guru H. Assidik, H. Yunus, Ompu Duru Je, H Ahmad Abu ladija, H. Mahamu Abu La beda, Abdul Aziz Ama Hami, dan periode akhir ini muncul tuan guru H. Idris H.M. Siddik, H. Abubakar H. Idris, H. Abdollah Abu Mpore, H. M. Said H.M. Siddik, Tuan Guru Arsyad Muhammad dll.

Rabu, 10 Juni 2009

LA LISANG DAENG JAI

Oleh : As`ad, S. Pd
PERTAMA

Sanggar merupakan nama sebuah kerajaan tua yang berada di sebelah utara Kabupaten Dompu dan sebelah barat kabupaten Bima dan berada di sekitar lereng gunung Tambora. Sanggar merupakan kerajaan yang damai dan kaya hasil alam yang bertempat di wilayah Boro.Kerajaan Sanggar diperkiraan sudah berdiri sejak abad ke 11 dan 12 (jaman prasejarah) dan keberadaanya baru tercatat sekitar abad ke 14 (jaman sejarah) seiring datang para Oreantalis Belanda sekitar tahun 1407 M. Puncak kejayaannya pada masa kepemimpinan Raja La Lisang Daeng Jai yang sakti mandraguna.La Lisang Daeng Jai merupakan Raja Sanggar yang ke tiga. Tanahnya yang sangat subur membuat Raja Sanggar dan rakyatnya pun sangat gemar bertani dan bercocok tanam serta berburu di hutan. Sosok La Lisang yang ramah dan bermasyarakat membuat pejabat kerajaan begitu segan kepada beliau dan La Lisang pun begitu di kenal dan dekat dihati rakyatnya.

Jumat, 01 Mei 2009

‎SANGGAR BUKAN BIMA


Oleh : As`ad, S. Pd



SANGGAR BUKAN BIMA

‎ Di pulau Sumbawa sebelum Tambora meletus tahun1815 terdapat enam kerajaan,yaitu ‎kerajaan Sumbawa,Bima,Dompo,Sanggar,Tambora dan Pekat. Dari enam kerajaan ini merupkana ‎kerajaan besar sejajar dengan kerajaan di wilayah nusantara. Enam kerajaan ini terdapat tiga ‎kerajaan lenyap hampir 2 (dua) abad yang lalu, yaitu kerajaan Sanggar,Tambora,dan Pekat. ‎Lenyapnya tiga kerajaan tersebut merupakan lenyapnya suatu peradaban walaupun sekarang kita ‎mengenal dua suku di pulau Sumbawa,yaitu Suku Bima - Dompu dan Sumbawa. Lenyapnya tiga ‎kerajaan di sekitar lereng Tambora adalah suatu penyelenyapan secara alamiah,namun ‎penyelenyapan itu masih ada salah satu kerajaan bertahan dengan suku tersendiri sampai ‎sekarang,walaupun masih dalam proses penelitian. Dari data-data dihimpun dari peneitian ini, ‎kami kembangkan data-data keberadaan suku tersebut, bahwa bahasa kore dari kerajaan Sanggar ‎masih bertahan hingga sekarang walaupun diberbagai sumber buku antropologi bahwa di ‎Indonesia mempunyai suku-bangsa sebanyak 151 suku, dan terdapat tiga suku bangsa di pulau ‎Sumbawa dari enam kerajaan(Bima,Dompu,Sumbawa,Sanggar,Tambora dan Pekat)termasuk suku ‎kore. Hal tidak terungkapnya suku kore kerajaan Sanggar,dilatar belakangi oleh meletusnya ‎gunung Tambora sehingga para peneliti sulit untuk mengungkapkan fakta-fakta sejarah. Selain itu ‎juga adanya keterbatasan pemahaman kita mengenai sejarah kerajaan Sanggar yang ‎sebenarnya,sehingga banyak para orang tua dan generasi mengkategorikan Sanggar maupun ‎Tambora sebagian dari wilayah kekuasaan Bima padahal ”Sanggar Bukan Bima”.Terungkap ‎dalam lambang kerajaan Bima Garuda berkepala dua 7(Tujuh) helai sayapnya mengungkapkan ‎tujuh wilayah kekuasaan bima tujuh anggota majelis hadat. Sedangkan kerajaan Sanggar maupun ‎Tambora bukan wilayah kekuasaannya.‎

Hidupku







-->Bersandar pada tari warna pelangi Kau depanku bertudung sutra senja Di hitam matamu kembang mawar dan melati Harum rambutmu mengalun bergelut senda Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba Meriak muka air kolam jiwa Dan dalam dadaku memerdu lagu Menarik menari seluruh aku Hidup dari hidupku, pintu terbuka Selama matamu bagimu menengadah Selama kau darah mengalir dari luka Antara kita mati datang tidak membelah……!!!! Buat Ratuku! Kubentuk dunia sendiri Dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini! Kecuplah aku terus, kecuplah Dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku….!!!!