Dzikrullah
Pemahaman, Makna dan Tujuannya
Kata – kata dzikrullah sering
kita dengar, sebagai seorang muslim, mungkin sudah banyak, bahkan
mungkin kita sudah lupa berapa ratus kali atau berapa ribu kali kita
mendengar anjuran tentang dzikirullah dalam berbagai
kesempatan, seperti ceramah agama, pengajian, khotbah jum’at dan
kesempatan yang lain. Tetapi dalam berbagai kesempatan itu, jarang
sekali kita menemukan pemahaman, makna dan tujuan dzikir yang sebenarnya.
Pemahaman dan Makna dzikrullah.
Kata dzikrullah yang diartikan Ingat kepada Allah, mempunyai perbedaan makna dengan ingat kepada makhluq, sebab Al qur’an menggunakan kata “ dzikir” hanya untuk ingat kepada Allah, bukan kepada makhluq.
Maka disini perlu diperjelas perbedaan itu untuk memperoleh pemahaman dan makna dzikir yang sebenarnya.
Yang pertama adalah pemahaman tentang Allah SWT dan makhluq.
Untuk itu instrument yang digunakan untuk ingat pun berbeda.
bila kita mengingat makhluk yaitu segala hal tentang dunia dan isinya yang pernah kita lihat dan kita dengar, maka jelas kita menggunakan instrumen fikiran kita ( memori otak ) kita.
Sedang jika mengingat Allah ( Dzat Allah ) atau pribadi Allah bukan hanya nama dan sifat, maka kita tidak mungkin menggunakan instrumen fikiran kita, karena Allah tidak akan terjangkau dengan fikiran kita. Lalu dengan instrument apa kita ingat pada Allah ?, dalam al qur’an dijelaskan
‘alaa bidzikrillah tathma’inul quluub
( Hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram )
Maka instrument untuk ingat kepada Allah adalah hati.
Jadi Dzikir sebenarnya adalah suatu keadaan dimana hati atau ruhani kita sedang menghadap Allah swt atau muhadlarah atau hadir dihadapan Dzatullah.
Jadi
kuncinya ada pada pemahaman dan pengetahuan kita tentang tauhid serta
Ilmu Ketuhanan yang menyangkut sifat wajib, mustahil dan sifat jaiz
Allah, sehingga diharapkan akan mengenal dzat yang mempunyai sifat itu,
yaitu Allah tentunya dengan instrument ruhani kita.
Dalam minhaj al ‘abidin, Imam al ghazali berkata :
Kaifa ta’budu maa la ta’rifuhu
Bagaimana engkau menyembah ( menghadapkan hatimu ) kepada sesuatu yang engkau belum mengenalnya?
Dzikir
itu bukan menyebut atau melafadzkan kalimah dzikir di lisan saja,
seperti lafadz subhanallah, alhamdulillah, Allahu akbar, tanpa kehadiran
hati atau ruhani kita dihadapan Allah.
Penyebutan
atau pengucapan atau pelafadzan kalimah dzikir itu sesungguhnya adalah
untuk membantu hati dan ruhani kita agar selalu hadir dihadapan
Dzatullah, yaitu Dzat yang didzikirkan atau diingat.
Jadi
pengucapan kalimah dzikir itu bukan dzikir itu sendiri, seseorang yang
melafaladzkan atau mengucapkan kalimah dzikir tanpa disertai kehadiran
hati / ruhani dihadapan dzatullah, maka sesungguhnya orang tersebut
masih belum berdzikir atau dengan kata lain sedang belajar berdzikir
menuju dzikir yang sebenarnya.
Meskipun
demikian, melafadzkan atau mengucapkan kalimah dzikir saja tanpa
disertai rasa hadir dihadapan dzatullah itu masih lebih baik daripada
tidak mengucapkan kalimah dzikir samasekali.
Karena
dengan istiqomah dan kesadaran akan kelemahan dzikirnya, disertai rasa
hina dan memohon rahmatNya, Insyaallah, Allah akan mengangkatnya dari
kondisi dzikir tanpa disertai kesadaran dan rasa hadir dihadapan
Dzatullah, menjadi dzikir dengan kesadaran dan muhadlarah dihadapan
Allah
Kebanyakan
dari kita sibuk dengan lafadz dzikir dan hitungan dzikir ataupun
fadlilah dzikir, tanpa menyadari apa sesungguhnya yang kita lakukan saat
itu, tanpa menyadari siapa yang kita dzikirkan itu, celakanya lagi
tanpa pernah merenung dan instropeksi sudah benarkah ibadah dzikir kita
itu?, paling celakanya adalah masih merasa bangga akan banyaknya
hitungan dzikir yang kita lakukan.
Semoga Allah selalu mengampuni dan merahmati kita.
Dalil – dalil yang memerintahkan untuk Dzikrullah
1. “Dan sesungguhnya mengingat ALLAH itu paling besar.” (QS al-Ankabut:45)2. “Maka ingatlah kepada-KU, pasti AKU akan ingat kepadamu.” (QS al-Baqarah:152)
3. “Dan ingatlah kepada RABB-mu di dalam hatimu dengan merendahkan diri dan
merasa takut, dengan tidak meninggikan suaramu.” (QS al-A’raf:205)
4. “Wahai orang-orang yang beriman ingatlah kepada ALLAH sebanyak-banyaknya dan
bertasbihlah kepda-NYA pada pagi dan petang hari.” (QS al-Ahzab:41-42)
Hadits Nabi SAW tentang Dzikir
Hadits nabi yang diriwayatkan Imam Muslim, Nassai dan Bazzar
Nabi SAW bersabda :
“
Tidak inginkah kalian kuberitahu tentang amal yang paling baik yang
dapat meningkatkan derajat kalian dihadapan Allah, yang lebih bagus
daripada mensedekahkan emas dan perak yang lebih baik daripada kalian
berperang melawan musuh, lalu kalian saling memukul dengan mereka? Kaum
muslimin menjawab, “ ya tentu saja kami ingin”, rasulullah bersabda : “
yaitu dzikir kepada Allah yang maha Agung dan Maha Tinggi
Hadits riwayat Ibnu hibban :
Nabi SAW bersabda:
“ Perbanyaklah dzikir kepada Allah, sampai orang – orang menyangka engkau gila “
Hadits Qudsi
Dalam hadits qudsyi yang diriwayatkan imam bukhari dan muslim Allah berfirman:
Anaa
‘indadhonni ‘abdi wa ana ma’ahu indzakarani fa indzakarani fi nafsihi
dzakartuhu fi nafsii wa in dzakaranii fii malaain dzakartuhu fii malaain
khairin min malaaihi
(
Aku adalah sesuai prasangka hambaKu, dan Aku selalu bersamanya (
menolongnya ) jika ia senantiasa ingat kepadaKU, jika ia menyebut namaKU
didalam hatinya, maka Aku akan menyebut namanya pada DzatKu, dan bila
ia menyebut namaKU dikalangan orang banyak, maka Aku akan menyebutnya
dikalangan makhluq yang lebih baik daripada mereka )
Maka makna dzikir yang
sebenarnya adalah selalu menghadapkan wajah hati kita kepada Allah SWT,
tanpa mengenal waktu, secara terus menerus sampai ajal menjemput.
Seperti firman Allah:
alladziina yadzkurunallaha qiyamaw waqu’uudaw wa’ala junuubihim..
(Qs: al imran 191 ).
Yaitu : orang – orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring
Mari
kita renungkan, semua aktifitas yang kita lakukan, pastilah meliputi
tiga kedaan diatas, yaitu berdiri, kalau tidak dengan duduk, atau
berbaring, semua aktifitas dan kegiatan kita, dari bangun tidur sampai
tidur lagi, sekali lagi mari kita renungkan hal ini
Sehingga dapat dikatakan dzikir adalah inti dari semua ibadah, dzikir adalah ruh dari semua ibadah, itulah kuncinya.
Sesungguhnya semua ibadah kepada Allah yang kita lakukan haruslah
dengan menghadapkan wajah hati atau ruhani kita kepada Allah SWT, sebab
kalau tidak, ibadah kita tidak akan bernilai apa-apa, kecuali hanya
formalitas dan seremoni belaka, tanpa membawa perubahan akhlaq, bahkan
dapat menimbulkan rasa takabur dan bangga terhadap diri sendiri karena
ibadahnya.
Syeikh ibnu athaillah berkata:
Kemaksiatan
yang menimbulkan rasa bersalah dan hina dihadapan Allah swt, adalah
lebih baik dari ibadah yang menimbulkan rasa besar dan istikbar (
takabur / sombong )
Tujuan Dzikir
Dzikir sebenarnya ditujukan untuk membentuk manusia ulil albab, yaitu orang
yang hatinya selalu ingat atau dzikir / menghadap kepada Allah,
sedangkan fikiran dan akalnya digunakan untuk tafakur, memikirkan
ciptaan Allah, untuk mengambil hikmah tanda – tanda kebesaran Allah.
( Qs Al Imran 190-191)
Dzikir ditujukan untuk membentuk seseorang agar dapat memenuhi kewajibannya sebagai manusia sesuai tujuan penciptaannya yaitu hanyalah ibadah kepada Allah.
Walaupun dengan aktifitas apapun, maka tetaplah beribadah dengan menghadapkan wajah hati ini kepada Allah SWT.
Maka seharusnyalah dzikir sebagai ibadah itu didasari ikhlas tanpa pamrih apapun.
Tidak dengan untuk mencari fadhillah dzikir, tidak dengan niat duniawi (
supaya rezeki lancar, dagangan laris, naik pangkat ) juga tidak untuk
mengharapkan imbalan surga.
( Qs Al bayyina 5 ).
Allah berfirman: wa maa khalaqtul jinna wal insa illa liya’buduun
Artinya tidak Aku ciptakan jin dan manusia itu kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu.
Maksudnya
adalah, dalam beribadah secara syar’i sesuai cara dan waktu yang
ditentukan, seperti sholat, puasa, zakat dan haji, hendaklah selalu hati
/ ruhani ini menghadap Allah.
Secara
syariat sholat adalah menghadap kiblat, ka’baitullah. Tapi secara
hakikat sholat, hati / ruhani ini harus menghadap Allah.
Diluar
waktu dan cara yang ditentukan, yaitu aktifitas kita lainnya, maka
dzikir, diperlukan untuk tetap menjalankan kewajiban ibadah kita sesuai
tujuan penciptaan manusia yaitu ibadah.
Dzikir
pada akhirnya ditujukan untuk mempersiapkan manusia kembali kepada
asalnya yaitu Allah SWT, dengan tetap beribadah / dzikir sampai detik
akhir kematiannya.
Sewaktu
seseorang mengalami sakaratul maut, maka naiklah ruhnya secara bertahap
mulai dari kaki menuju keatas, saat dimulai ruh naik dari kaki, maka
lisan ini masih mampu mengucapkan kalimah dzikir, lalu ruh naik ke atas
sampailah di tenggorokan maka, lisan sudah tidak mampu untuk mengucap
kalimah dzikir, dengan rasa sakit yang luar biasa ditambah godaan dari
syaithan yang hendak menjerumuskan kita diakhir hayat kita, agar mati
dalam keadaan musyrik, maka hati atau ruhani inlah yang masih mampu
untuk berdzikir kepada Allah.
Hati
ruhani inilah yang diharapkan tetap menghadap / dzikir kepada Allah,
walaupun lisan sudah tidak mampu untuk berkata, lalu mata tidak mampu
melihat, kemudian diteruskan hilangnya pendengaran, namun hati ruhani
tetap tidak berpaling dari Allah SWT, itulah tujuan dzikir : khusnul khatimah…Insya Allah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar